Di Balik Kisah Suprijadi, Bapak Pendorong Gerobak Anak
Manunggal - Di Balik Kisah Suprijadi, Bapak Pendorong Gerobak Anak - Kemarin lusa, warga Kota Surabaya di gegerkan oleh berita yang sangat mengejutkan. Berita ini tersebar luas secara viral di hampir semua media sosial. Yaitu adanya seorang pria paruh baya, bernama Supriyadi yang saat ini berusia 52 tahun, melakukan aksi yang cukup heroik. Aksi ini bagi sebagian besar orang adalah aksi nekad namun luar biasa. Dia dengan sekuat tenaga melakukan aksi dorong gerobak kayu yang ternyata isinya adalah sang anak yang menderita lumpuh.
Aksi yang di lakukan oleh Supriyadi ini benar-benar telah memberikan pelajaran berharga kepada dunia, tentang besarnya kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Gerobak kayu yang di dorong oleh Suprijadi ini memiliki 3 buah roda (roda besar di sisi kanan dan kiri serta roda kecil di depan), berukuran sekitar 2 meter, beratapkan terpal dan di berikan tirai yang berlogo salah satu partai politik di Indonesia. Demi menjaga kenyamanan sang anak, Suprijadi melengkapi gerobak kayunya dengan kasur tipis, bantal dan guling. Semua bekal perlengkapannya dia kemas dalam tas koper berarna coklat.
Menurut warga yang mengenalnya, sosok Suprijadi ini adalah sosok yang sangat supel meskipun menderita gagap (sulit bicara) dan sangat tangkas dalam mengerjakan sesuatu. Dia sering mendapatkan kerjaan serabutan, seperti membersihkan selokan, memperbaiki genting bocor, memperbaiki kamar mandi dan lain sebagainya. Suprijadi adalah sosok yang di kenal tidak suka merepotkan orang lain. Sifat terakhir inilah yang mungkin membuatnya nekad seorang diri mengantarkan anaknya ke Surabaya dengan menggunakan gerobak. "Saya kalau meminta tolong sungkan, ya sudah, saya dorong anak saya (yanuar) sak teko-tekone" tuturnya.
Kelumpuhan dari sang anak (Yanuar) yang saat ini berusia 14 tahun di sebabkan oleh sakit panas dan kejang-kejang. Yanuar menderita sakit pada saat mereka masih tinggal di rumah kontrakan kawasan Gubeng Surabaya. Pada usia 3 tahun, tiba-tiba Yanuar mengalami panas tinggi di sertai kejang-kejang. lalu Suprijadi membawanya ke Rumah Sakit Haji Sukolilo Surabaya. Di Rumah Sakit ini Suprijadi sampai harus menggadaikan Kartu Keluarga (KK) yang dimilikinya. Yang ternyata sampai sekarang belum mampu untuk di tebusnya. Namun Suprijadi masih memegang KTP Kota Surabaya, tepatnya di Jalan Menur ABM 2-A/8 di RT/RW 006/008, Kel. Airlangga Kec. Gubeng. (Dengan ini admin Manunggal meralat pemberitaan kemarin yang menyebutkan Suprijadi sebagai warga Madiun)
Karena tidak mampu untuk membayar kontrakan, akhirnya Suprijadi memilih memboyong keluarganya ke rumah mertua yang ada di Saradan, Kabupaten Madiun. Kondisi Yanuar yang masih menderita sakit ternyata membutuhkan kontrol secara rutin di Rumah Sakit Dr Soetomo. Hal inilahyang kemudian membuatnya melakukan aksi dorong gerobak ke Kota Surabaya, yaitu demi kesembuhan anaknya.
Suprijadi mengaku berangkat dari Saradan pukul 12.30 wib. Bekal yang di bawanya terbilang cukup minim, hanya Rp 100.000 yang sebagian merupakan sumbangan dari tetangganya di Saradan. Hanya tekad kuat dan rasa kasing sayang yang menjadi bekal yang cukup besar. Meskipun membawa bekal yang cukup minim namun Suprijadi pantang untuk mengemis meminta belas kasihan kepada orang-orang. "Saya tidak mau meminta-minta, tapi kalau ada orang yang ngasih, saya terima" jelasnya.
Bagi orang yang biasa melintasi jalur Saradan - Surabaya tentunya sudah paham, kalau jalur tersebut adalah jalur yang sangat padat. Perjalanan Saradan - Surabaya bila naik bis antar kota bisa di tempuh selama 4 jam perjalanan. Sedangkan Suprijadi yang bertubuh sedikit gempal ini harus menyelesaikannya dengan waktu sehari semalam. Dalam perjalanannya, Suprijadi biasanya menumpang tidur di Pos Polisi ketika malam hari tiba. Pos Polisi di kawasan Kertosono dan Krian yang menjadi tempat istirahatnya pada perjalanannya kemarin.
Suprijadi Tidak mau Di Tolong
Setelah menjadi menjadi viral di media sosial, Pemerintah Kota Surabaya langsung tanggap dengan menerjunkan petugas Linmas, Satuan Petugas Satpol PP, PMI, Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, Satuan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) dan
Dinas Pengendalian Penduduk. Ambulance juga telah di siapkan untuk mengantarkan Suprijadi ke rumah kerabatnya yang ada di Geluran Sidoarjo.
Ternyata tindakan Pemerintah Kota Surabaya untuk meringankan beban Suprijadi tidak semulus yang di duga. Suprijadi sempat menolak untuk di berikan bantuan ambulance. "Saya ga mau pakai Ambulance, saya masih kuat untuk mendorong anak saya"tegas Suprijadi kepada petugas. Kekerasan hati Suprijadi ini rupanya sempat mempuat petugas yang berniat menolongnya kebingungan. Hingga akhirnya Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menelpon dirinya secara langsung. Setelah di jelaskan oleh Waikota Risma, Suprijadi langsung luluh dan mau untuk di antarkan oleh ambulance.
Bahkan Risma bersikeras agar Yanuar bisa di rawat Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Surabaya, yaitu RS Soewandi untuk rawat inap. Di Rumah Sakit ini Pemkot Surabaya memberikan fasilitas kamar inap yang ada tempat tidur bagi pihak keluarga yang menunggunya. Dengan demikian Suprijadi tidak perlu harus mendorong gerobak lagi.
M Fikser selaku Kepala Bagian Humas Kota Surabaya menyatakan bahwa saat ini Suprijadi dan Yanuar sudah dalam tanggung jawab pebuh dari Pemkot Kota Surabaya. Semua keperluan dan biaya selama di Rumah Sakit Dr.Soewandi di cover penuh oleh Pemkot Surabaya. Walikota Risma juga berpesan agar penggalangan dana untuk Suprijadi di hentikan saja, karena sulit terdeteksi pertanggung-jawabannya. (Yanuar Yudha)
No comments:
Post a Comment